Jumat, 17 Januari 2014

SOFTSKILL PERTEMUAN 4



A.    Perbedaan Kepentingan
Perbedaan kepentingan sebenarnya merupakan sifat naluriah disamping adanya persamaan kepentingan. Bila perbedaan kepentingan itu terjadi pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada kelompok etnis, kelompok agama, kelompok ideology tertentu termasuk antara mayoritas dan minoritas. Maksudnya adalah pendapat atau kepentingan seseorang yang berbeda dengan yang lainnya. Terkadang bisa menyebabkan perdebatan yang bisa berakhir secara damai atau sebaliknya berakhir secara anarkis.
Namun jika dicermati, perbedaan kepentingan dapat disiasati dengan saling bertoleransi dan meningkatkan solidaritas antar masyarakat agar bisa tetep hidup berdampingan dalam suasana yang harmonis.
B.     Prasangka Diskriminasi dan Ethosentris
Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.
John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori :
-          Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
-          Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
-          Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Beberapa jenis diskriminasi terjadi karena prasangka dan dalam kebanyakan masyarakat tidak disetujui.
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan
Diskriminasi di tempat kerja. Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk: dari struktur gaji, cara penerimaan karyawan, strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.
Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah.
Ethosentris
Etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya.
Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu:
  1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat
subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain,
  1. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah
laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain
C.    Pertentangan Sosial Ketergangan Dalam Masyarakat
Pertentangan-Pertentangan Sosial / Ketegangan Dalam Masyarakat
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
- Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat di dalam konflik
- Unti-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
- Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat :
Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang.
Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
Para taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
1.      Elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
2.      Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
3.      Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi
4.      Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
5.      Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
6.      Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak.
D.    Golongan-golongan Yang Berbeda Dan Integrasi Sosial
Masyarakat majemuk dan Nasional Indonesia
Masyarakat Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan sosial yang dipersatukan oleh kekuatan nasional yang berwujud Negara Indonesia. Untuk lebih jelasnya dikemukakan aspek dari kemasyarakatan tersebut:
- Suku bangsa dan kebudayaan, Indonesia terdiri dari sejumlah suku bangsa dengan berbagai kebudayaan.
- Agama, Indonesia memiliki toleransi yang besar terhadap berbagai kepercayaan.
- Bahasa, pada suku-suku bangsa yang bermacam-macam itu terikat oleh bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
- Nasional Indonesia, adalah merupakan kesatuan solidaritas yang terbentuk sebagai hasil perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa inggris ”integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing.
Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
-           Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
-          Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Bentuk Integrasi Sosial :
-          Asimilasi, yaitu pembauran Kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
-          Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Faktor-Faktor Pendorong :
A. Faktor Infernal :
- Kesadaran diri sebagai makhluk sosial
- Tuntutan kebutuhan
- Jiwa dan semangat gotong royong
B. Faktor External :
- Tuntutan perkembangan zaman
- Persamaan kebudayaan
- Terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
- Persaman visi, misi, dan tujuan
- Sikap toleransi
- Adanya kosensus nilai
- Adanya tantangan dari luar
Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial :
  1. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
  2. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya.
E.     Integrasi Nasional
Integrasi nasional adalah kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga masyarakat dan masyarakat secara keseluruhan.
Integrasi nasional akan lahir jika integrasi sosial dalam masyarakat berjalan dengan baik. Kesempurnaan dalam integrasi sosial sebuah masyarakat akan membentuk kekuatan suatu bangsa. Perbedaan pendapat, keyakinan, suku, ras dan budaya dapat diatas dengan tingginya solidaritas dan tenggang rasa antar masyarakat. Sudah barang tentu integrasi nasional akan terbentuk dengan sendirinya.
B.      ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN KEMISKINAN

1.       Pengertian Ilmu Pengetahuan
        Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998). Mohamad Hatta mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam. Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. “Ilmu pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, “ ilmu “ dan “ pengetahuan “, yang masing-masing punya identities sendiri-sendiri.
2.       Pengertian Teknologi
        Teknologi adalah pemanfaatan ilmu untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengerahkan semua alat yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan skala nilai yang ada. Teknologi menurut Ellul adalah berbagai usaha, metode, dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan diperhitungkan sebelumnya. Teknologi bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis serta untuk mengatasi semua kesulitan yang mungkin dihadapi. Selain menimbulkan dampak positif bagi kehidupan manusia, terutama mempermudah pelaksanaan kegiatan dalam hidup, teknologi juga memiliki berbagai dampak negatif jika tidak dimanfaatkan secara baik. Contoh masalah akibat perkembangan teknologi adalah kesempatan kerja yang semakin kurang sementara angkatan kerja makin bertambah.
3.       Ciri-ciri Fenomena Teknik dalam Masyarakat
        Fenomena teknik pada masyarakat masa kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
2)      Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
3)      Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis  menjadi kegiatan teknis.
4)      Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
5)      Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
6)      Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
7)      Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
4.       Ciri-ciri Teknologi Barat
1)    Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
2)    Dalam struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
3)    Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adalah menganggap dirinya sebagai pusat yang lain.
5.       Pengertian Kemiskinan
        Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup gambaran kekurangan materi dan kebutuhan sosial.
6.       Ciri-ciri Manusia Yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
        Manusia dikatakan berada di bawah garis kemiskinan  apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu:
1)      Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan.
2)      Posisi  manusia dalam lingkungan sekitar.
3)      Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Berdasarkan ukuran ini, maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)   Tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dll.
2)    Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
3)    Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai SD.
4)    Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas.
5)    Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
7.       Fungsi Kemiskinan
        Jika kita menganut teori fungsionalis dan statistika (Davis), maka kemiskinan memiliki sejumlah fungsi:
1)    Fungsi ekonomi: penyediaan dana untuk pekerjaan tertentu, menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas.
2)    Fungsi sosial: menimbulakan altruisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya badan amal.
3)    Fungsi kultural: sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antara sesama manusia.
4)   Fungsi politik: sebagai kelompok gelisah atau masyarakat marginal untuk saling bersaing  bagi kelompok lain.

C.      AGAMA DAN MASYARAKAT

Hubungan Agama dan Masyarakat
Dalam sebuah lingkungan masyarakat, setiap individu memiliki suatu kepercayaan atau biasa disebut agama yang mereka anut. Ragamnya bermacam-macam dan di Indonesia sendiri hanya 5 agama yang bisa kita katakan ‘di ijinkan’ oleh setiap warga negaranya untuk di anut. Terlepas dari seberapa banyaknya orang menganut suatu kepercayaan, ada baiknya kita telaah sedikit mengenai arti dari kata ‘agama’ itu sendiri.
Agama, yang asalnya dari bahasa sansekertera berarti tradisi sedangkan kata lain yang bisa menggambarkan arti dari kata ‘agama’ adalah religi yang berasal dari bahasa latin ‘religio’ dan berakar pada kata kerja ‘re-ligare’ yang berarti mengikat diri dan dari semua kata lain yang tadi disebutkan, semuanya bermaknakan akan pengikatan diri kita kepada Tuhan YME.
Ada beberapa alasan mengapa agama sangat dibutuhkan oleh manusia:
  • Karena agama merupakan sumber moral
  • Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
  • Karena agama merupakan informasi tentang masalah metafisika
  • Karena agama memberikan bimbingan rohani manusia baik dikala suka, maupun dikala duka
Setiap individu yang beragama, meskipun berbeda keyakinan namun pada dasarnya hakikat setiap agama itu sama, yaitu setiap agama merupakan jawaban dari segala masalah yang entah itu ringan atau berat yang tidak bisa mereka tanggung atau mereka pecahkan sehingga hanya dengan berdoa kepada Tuhan yang mereka anut yang bisa mereka lakukan selama mereka tetap taat dalam menjalankan ibadahnya serta tidak melupakanNya.
Kaitan agama dengan masyarakat dapat dikategorikan kedalam 3 tipe meskipun tidak secara keseluruhan:
  • Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral: Tipe ini menggambarkan sekelompok orang yang menganut kepercayaan serta kelompok agama yang sama sehingga tipe ini disebut sebagai tipe yang kecil, terisolasi dan terbelakang
  • Masyarakat pra-industri yang sedang berkembang: Tipe yang lebih baik dari tipe sebelumnya. Terlihat dari berbagai macam acara atau upacara dalam merayakan suatu acara keagamaan serta adanya perkembangan teknologi yang mendominasi ketimbang tipe pertama serta jauh dari kesan terisolasi
  • Masyarakat-masyarakat industri sekular: Tipe ini mencirikan masyarakat industri yang semakin tinggi dalam bidang teknologi sehingga watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984) tidak terlalu mementingkan agama, misalnya pemikiran agama, praktek agama, serta kebiasaan-kebiasaan agama yang seharusnya selalu dilakukan kini peranannya mulai berkurang
Namun terlepas dari hubungan antara agama dan masyarakat yang memang tidak bisa dilepaskan begitu saja, agama bisa menjadi faktor konflik yang sering terjadi dikalangan masyarakat. Disatu sisi, agama yang dianutnya merupakan keyakinan yang bermoral sedangkan disatu sisi yang tidak menganut keyakinannya menganggap keyakinannya menjadi sumber konflik. John Effendi menyatakan bahwa agama pada satu waktu mampu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persaudaraan serta persatuan, namun pada satu waktu yang lain agama bisa menjadi sesuatu yang menyebabkan konflik, bahkan tak jarang, seperti yang dicatat dalam sejarah, dapat menimbulkan peperangan.
Fakta yang terjadi dalam masyarakat adalah ‘Masyarakat’ menjadi media yang paling sering dijadikan tempat untuk menyebarkan berbagai macam konflik dan salah satunya adalah agama.
Dimensi Komitmen Agama
  • Dimensi Keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, yakni ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
  • Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan, yaitu perbuatan memuja dan berbakti untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Hal ini berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik, dan relatif spontan.
  • Dimensi pengalaman menghitung fakta semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yakni orang yang benar-benar religius pada suatu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
  • Dimensi pengetahuan ini dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
  • Dimensi pengetahuan dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorang dan pembentukan jati dirinya.
Sumber:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar